Artikel: NARKOBA GAET ARTIS, NARKOBA MAKIN HITS

Narkoba belakangan ini menjadi masalah serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Lembaga berwenang sedang sibuk-sibuknya memberantas pengedaran narkoba. Sulitnya, kini narkoba sudah beredar dengan cepat di seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari kalangan intelektual, petinggi negara, publik figur, bahkan rakyat jelata sekalipun.

Ibarat penyakit, narkoba adalah tumor ganas yang dapat menggerogoti organ-organ vital dalam tubuh manusia. Cepat atau lambat, orang-orang yang mengidap penyakit itu akan mati jika tidak ditangani dengan serius. Dalam hal ini, narkoba menghancurkan aset bangsa berupa generasi muda yang tak dapat tumbuh dengan gemilang bila terpedaya narkoba. Indonesia terancam kehilangan penerus bangsanya. Jika tidak ada penerus, apa yang bisa diharapkan dari suatu bangsa? Indonesia akan tinggal nama.

Namun sungguh disayangkan, Indonesia telah menjadi negara darurat bahaya narkoba. Mirisnya, kini narkoba sedang mengincar generasi muda. Faktanya BNN menyebutkan bahwa 22% pengguna narkoba di Indonesia merupakan pelajar dan mahasiswa. Yang tak kalah mencengangkan, Indonesia telah menjadi sasaran pasar para pengimpor narkoba dari berbagai negara. Terbukti dengan bermunculannya kasus-kasus narkoba yang banyak menyita perhatian publik.

Baru-baru ini publik digemparkan oleh terkuaknya tiga kasus penyalahgunaan narkoba oleh artis ibukota dalam kurun waktu tiga hari berturut-turut. Sebut saja Fachri Albar yang lebih dahulu menjadi incaran polisi. Dia sudah menjadi target penyergapan sebelum akhirnya ditangkap di rumahnya. Mirisnya, ia mengikuti jejak sang ayah, Ahmad Albar sebagai pemakai barang haram itu.

Sehari setelah penangkapan Fachri Albar di kediamannya, kini giliran si ratu sensasi Roro Fitria yang terciduk aparat. Ia diketahui melakukan transaksi pembelian sabu-sabu. Meski hasil uji lab menyatakan dirinya negatif memakai narkoba, ia tetap harus menjalani proses hukum yang menjeratnya. Kini citranya semakin buruk di mata masyarakat.

Terakhir, kasus yang paling hangat jadi tag line di media massa, penangkapan anak, menantu, dan calon menantu dari sang ratu dangdut, Elvy Sukaesih. Setelah sebelumnya raja dangdut Rhoma Irama harus menanggung malu karena terbongkarnya kasus penyalahgunaan narkoba oleh anaknya Ridho Rhoma tahun lalu, kini ratu dangdutpun harus mengalami hal serupa. Empat orang anggota keluarganya ditangkap aparat polisi saat sedang pesta sabu dikediamannya pada tengah malam. Akibatnya, masyarakat bertanya-tanya didikan apa yang ia berikan pada anak-anaknya.

Bukan hal baru lagi jika kita mendengar nama artis terseret kasus narkoba. Setiap tahun ada saja artis yang ketahuan menggunakan narkoba. Selain empat artis di atas, banyak artis yang diketahui memakai narkoba. Sebut saja Rafi Ahmad, Dylan Carr, Ammar Zoni, Jennifer Dunn, dan masih banyak lagi. Publik figur yang seharusnya memberi contoh yang baik malah menjadi buah bibir masyarakat karena tindakan buruk yang dilakukannya. Mereka menganggap dirinya 'korban' sehingga hanya berakhir pada rehabilitasi, mereka seperti orang yang alergi jeruji besi atau memang tidak ingin menyandang gelar mantan narapidana. Tak ada jera, sebesar apapun kasus narkoba yang menjeratnya, tetap saja mereka bisa berkiprah dan berkarir lagi di dunia hiburan Indonesia, sungguh hebat.

Lantas siapa yang patut disalahkan disini? Kebanyakan mereka yang memakai narkoba adalah orang yang pernah atau bahkan rajin mensosialisasikan gerakan anti narkoba, namun mereka seakan menjilat ludahnya sendiri. Apakah rasa malu dapat membuat mereka jera? Atau hukum yang harus berbicara.

Aparat hukum semakin giat membasmi penyalahgunaan narkoba. Terbukti dengan banyaknya kasus yang muncul ke permukaan, terutama yang melibatkan para pekerja dunia hiburan Indonesia. Penggalakan gerakan anti narkobapun semakin gencar diadakan. Semoga pembasmiannya terealisasi.

Namun setelah terciduk dan ditangkap aparat polisi dan BNN, apakah rehabilitasi adalah jeruji VVIP untuk para artis? Kemana larinya hukum yang mengharuskan seseorang ditahan di dalam rutan atas pelanggaran yang dibuatnya? Pihak kepolisian selalu menyampaikan undang-undang dan pasal apa yang dilanggar. Bahkan mereka dengan lantang memberitahu hukuman penjara bertahun-tahun yang akan dikenakan. Tapi kenyataannya, mereka hanya masuk asrama rehabilitasi selama beberapa bulan saja.

Mungkin hukum Indonesia belum bisa tebang rata para pelaku tindak kejahatan. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Diam dan hanya menggerutu bukan jawaban. Media sosial hanya sekedar perantara abstrak untuk menyampaikan protes. Ini saatnya kita bertindak, jauhi dan basmi narkoba. Jadilah bagian dari sistem, masuk ke sistem, dan berantas narkoba sampai ke akarnya. Jangan biarkan Indonesia tinggal nama.

(Oleh: ANNISA RIZKYTA)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf, Jika Tanganku Tak Sehalus Mereka (by ARH)

ACCEPTABLE LIES OR BITTER TRUTH? (Bahasa Version)

MENGAPA RATU ELIZABETH II BISA BERTAHTA DI AMERIKA? (Annisa Rizkyta)