CERPEN REMAJA

CINTA PERLU WAKTU MENEMUKAN PEMILIKNYA (Annisa Rizkyta)
Suara alarm mengacaukan mimpiku yang sedang ditembak Fahmi, orang yang aku sukai setahun belakangan ini. Dia teman sekelasku semenjak masuk kelas XI. Buyar sudah mimpiku yang selalu aku semogakan jadi kenyataan. Aku tahu, dia tidak merespon. Ya mungkin karena dia tidak tahu, yang tahu hanya aku, Tuhan, dan Dianty (teman sebangkuku).

Udah tahu nama aku belum? Aku coba tebak ya, pasti belum. Tak kenal maka tak sayang, kan? Jadi kenalin, namaku Maudy Annisa. Dipanggil Ody kalau di rumah, dipanggil Ica sama teman-teman, dan dipanggil Maudy atau Annisa sama guru-guru. Terserah kalian mau panggil aku apa, tapi aku saranin panggil Ica saja. Biar kalian jadi teman aku, biar aku banyak temannya. Aku kelas XI, sekolah di salah satu SMA Negeri di Bandung. Ayahku orang Batak, Ibuku orang Sunda. Mereka ketemu di Bandung. Seminggu pendekatan langsung lamaran, udah jodoh katanya. Aku punya abang, Andi namanya. Dia ngajar di sebuah Islamic Boarding School di Gegerkalong. Dia hobinya makan, sama kaya adiknya. Itu sekilas info, jangan banyak-banyak takutnya jadi kepo.

Ini hari Senin yang menegangkan, aku didapuk jadi pembaca UUD 1945 karena minggu ini giliran kelasku yang menjadi petugas upacara. Belum lagi ulangan matematika dan drama bahasa Inggris yang siap menerkamku di jam pelajaran pertama dan terakhir. Derita anak sekolah yang selalu terancam oleh keberadaan ulangan, miris memang.

Iya aku anak MIPA, tapi mual rasanya kalau melihat angka dan harus menghafal semua rumus di luar kepala. Padahal impianku masuk fakultas Hukum UNPAD. Gak tahu kenapa dulu aku gak masuk IPS. Tapi biarlah, terlanjur basah ya sudah mandi sekalian. Semoga Tuhan menghendaki dan memberi jalan. Aku tinggal ikhtiar, berdoa, dan sabar, beres.

Oh iya sekarang jam 10.00 nih, waktunya istirahat. Aku lapar dan senang. Lapar karena belum makan dan senang karena Fahmi duduk di sebelahku tadi, nyalin tugas fisika. Aku senyum-senyum aja sambil bisik-bisik sama Dianty. Aku bilang dia lucu kalau dilihat dari dekat, tapi kalau dari jauh juga tetap lucu, kan aku suka dia.

"Mau ke kantin?" tanya Dianty.
"Ayo, udah lapar nih." kataku ke dia sambil bangun dari duduk.
"Bareng." kata Fahmi ikut nimbrung.
Aku pengen teriak tapi malu, ya udah dalam hati aja. Dia sih, bikin aku senang. Kita ke kantin beli makanan, kalau beli batako adanya di toko bangunan. Aku beli mie ayam, Fahmi beli batagor, kalau Dianty ikut-ikutan aku beli mie ayam. Pas lagi makan kita ngobrol, tapi mata Fahmi gak fokus, dia kaya lagi cari orang. Dan akhirnya aku tahu kalau dia lagi lihatin Diana, kelas tetangga. Aku yang tadinya semangat malah lemas lagi.

"Dianty, emang Fahmi suka sama Diana ya?" tanyaku didepan wastafel kamar mandi.
"Gak tahu, mungkin iya tapi mungkin juga enggak." jawabnya sambil keliatan mikir.
"Gimana kalau dia beneran suka?" aku kesal.
"Kalau Fahminya gak mau, ya udah kamu sama Rian aja." jawab dia polos.
"Lah, kok jadi Rian sih?" aku bingung.

Rian itu teman sekelasku juga, bangkuku yang harusnya diisi dua orang malah jadi tiga orang di beberapa pelajaran. Ya si Rian itu orang ketiganya. Dia dekat banget sama Dianty, hampir setiap saat ngobrol terus. Aku pikir Rian punya perasaan lebih ke Dianty, tapi kok aku risih ya? Tapi kalau mereka beneran pacaran, Dianty pasti cerita ke aku. Makanya aku bingung waktu Dianty kaya nawarin Rian ke aku.

Besoknya ada acara bulan bahasa di sekolahku, dibuka pendaftaran untuk banyak lomba. Ada lomba pidato bahasa Indonesia, speech, mendongeng bahasa Sunda, kaligrafi Arab, dan bahasa Jepang (gak tahu nama lombanya apa). Aku ikut speech, alhamdulillah juara satu. Aku gak niat sombong, cuma ngasih tahu.

"Congrats ya, great job!" kata Rian sambil nyalamin aku.
"Iya makasih, lain kali kamu juga ikut lomba dong biar kelas kita banyak juaranya." jawabku.
"Kalau aku ikut belum tentu menang. Tapi kalau kamu udah pasti bakal selalu menang di segala kondisi."
"Yeh lagi muji nih ceritanya?"
"Enggak, beneran itu. Kamu juga udah menangin...."
"Caaa, dipanggil panitia tuh!" kata temanku yang lain dengan suara yang agak keras dari jauh.
"Bentar ya, Ri." aku langsung pergi ninggalin Rian.

Sorenya waktu di angkot Dianty nanya, "Tadi kamu ngobrol sama Rian ya di lapangan?"
"Iya, dia ngasih selamat."
"Oh, kirain."
"Kirain apa?"
"Enggak."

Dianty ikut ke rumahku, mau ngerjain tugas kimia buat dikumpulin lusa. Ibu ada di rumah, pas kita sampai di rumah, ibu langsung ke dapur nyiapin makanan terus diantar ke kamarku. Ibu udah kenal Dianty, soalnya dia sering main ke rumahku. Waktu Dianty ke kamar mandi mau wudhu buat sholat Ashar, aku buka hpnya. Eh, kebetulan ada chat dari Rian, aku buka chat itu karena aku pikir Dianty gak keberatan kalau aku mainin hpnya karena akupun begitu.

Kata Rian, "aku gagal.."
"Gagal apa?" aku balas chatnya.
"Gagal nembak Ica, kan pagi tadi aku udah kasih tahu kamu kalau aku mau nembak dia. Tadi pas lagi basa-basi dianya malah pergi."
Aku kaget, bingung mau balas apa lagi. Aku gak nyangka Rian malah punya perasaan ke aku. Jadi selama ini Dianty ngobrol sama dia itu ngomongin aku?
Selang beberapa menit kemudian Dianty datang dan langsung aku tanya. "Kamu tahu Rian suka sama aku dan mau nembak aku tadi?"
"Kamu tahu dari mana?"
"Dari sini!" aku sodorkan hpnya.
Dia diam.
"Kan kamu tahu aku sukanya sama Fahmi?!" kataku agak kesal.
"Iya tapi Fahminya kan suka sama orang lain, ya udah kamu sama Rian aja, dia tuh tulus ke kamu."
"Tapi kenapa kamu gak bilang?"
"Kenapa aku harus bilang, aku harusnya nanya sama kamu kenapa kamu gak pernah sadar!"
"Sadar apa?"
"Dia tuh duduk di bangku kita biar deket sama kamu, dia ngobrol sama aku buat tahu segalanya tentang kamu, dia traktir kamu sarapan karena care sama kamu, dia nganterin kamu pulang karena dia gak mau kamu pulang sendirian. Dia care banget sama kamu tapi kenapa kamu gak ngerti?"
"Aku gak akan ngerti kalau gak ada yang ngomong."
"Bukan, kamu terlalu fokus mencari emas di bawah tanah. Tapi kamu gak ngeliat ada intan di sebelah kaki kamu. Kamu terlalu berharap ke Fahmi, Ca!"
Aku diam.
"Aku mau tahu kamu peka gak dengan segala apa yang dia lakuin. Dia tulus sama kamu, tapi aku takut kamu gak serius sama dia karena...."
"Karena apa?"
"Karena aku suka sama dia, aku gak mau kamu sia-siain dia. Kamu ngerti sekarang, aku ngorbanin dia buat kamu Ca! Karena aku tahu dia maunya sama kamu."
"Kamu selalu curhat sama aku, kenapa kamu gak cerita soal ini sih?"
"Aku bingung antara ngerelain dia buat kamu atau ngebiarin dia tahu kalau aku suka sama dia, Ca. Tapi aku takut dia menjauh." katanya sambil hampir menangis.

Aku gak tahu mau bilang apa, aku berada di posisi yang sulit. Aku baru nyadar kalau aku gak suka lihat Rian akrab banget sama Dianty. Dan waktu Rian traktir aku, nganterin aku pulang, aku merasa senang. Mungkin karena aku suka sama dia? Tadi siang aku tahu kalau Fahmi jadian sama Diana, aku cuma merasa kesal. Aku gak ngerasa kaya orang lagi sakit hati. Tapi saat Rian ngobrol lama banget sama Dianty, aku malah merasa risih atau jatuhnya cemburu.

Ini sulit, kenapa cinta bisa serumit ini? Mungkin iya aku suka sama Rian, tapi aku sayang temanku Dianty. Dan akhirnya dia ngomong, "udah Ca, aku relain dia buat kamu karena aku tahu tatapanmu beda waktu liat aku berdua sama Rian, kamu ada rasa lebih ke Rian, Ca. Aku yakin Rian bakal bahagia sama kamu."
"Tapi kamu?"
"Mencintai itu gak mudah Ca, tapi dicintai itu menyenangkan. Aku lebih suka dicintai sama kamu dan aku lebih suka lagi kalau kamu mencintai dia balik."
Kita nangis sama-sama.

Besok paginya, Rian nembak aku di depan anak-anak sekelas. Dianty ngasih isyarat biar aku nerima dia, aku iyakan. Aku senang, tapi apa Dianty senang? Hari-hari selanjutnya aku jalani dengan gembira, aku punya dua moodboster: temanku Dianty dan pacarku Rian. Hingga dua minggu kemudian Dianty bilang kalau dia jadian sama Rizal, teman sekelasnya dulu. Dia kelihatan sangat senang. Dia bilang, "Pengorbanan akan ada ganjarannya, Ca. Melepaskan Rian buat kamu mungkin tidak mudah, tapi aku berusaha. Kini aku punya Rizal, aku senang merasa sangat dicintai dan kemudian rasa suka tumbuh karena perlakuannya yang membuatku merasa istimewa. Ternyata cinta tidak rumit, Ca. Hanya saja ia perlu waktu untuk mempertemukan satu cinta dengan cinta yang lain yang dirasa cocok dan pantas."

Mungkin kalian pikir aku egois, tapi itulah Dianty. Pengorbanannya berbuah manis. Kami masih menjadi teman yang harmonis, jauh dari pertengkaran. Kami bahagia dengan pasangan kami masing-masing. Dan di tahun berikutnya kami lulus sama-sama, dengan hubungan yang masih terjalin antara aku dan Rian, serta Dianty dan Rizal. Rencana Tuhan memang selalu semenakjubkan ini, terimakasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maaf, Jika Tanganku Tak Sehalus Mereka (by ARH)

ACCEPTABLE LIES OR BITTER TRUTH? (Bahasa Version)

MENGAPA RATU ELIZABETH II BISA BERTAHTA DI AMERIKA? (Annisa Rizkyta)