ACCEPTABLE LIES OR BITTER TRUTH? (Bahasa Version)

Pernahkah anda mendengar bahwa kebenaran yang diterima masyarakat bukanlah kebenaran murni, melainkan opini yang diciptakan dan berhasil membuat orang lain percaya dan menerima bahwa itu adalah benar. Itulah yang dinamakan post truth. Beberapa tahun belakangan ini, post truth menjadi kata yang sangat populer tiap tahunnya. Bahkan menurut BBC, kamus Oxford menetapkan kata post-truth sebagai international word of the year pada tahun 2016 dimana selama tahun tersebut intesitas politik yang terjadi tinggi. 

Penggunaan istilah Post-Truth sebenarnya digunakan pertama kali pada bulan Januari tahun 1992 dalam sebuah artikel pada Nation Magazine. Artikel tersebut ditulis oleh seorang penulis keturunan Serbia-Amerika, Steve Tesich.

Post-truth dapat didefinisikan sebagai kata sifat yang berkaitan dengan kondisi atau situasi dimana pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data yang objektif dalam membentuk opini publik.

Jika kebenaran bukan lagi murni, maka siapa yang dapat dipercaya? Orang-orang mulai kebingungan untuk mengambil kesimpulan atas hal-hal yang harus mereka ketahui. Mereka takut terkena hoax bila mempercayai sembarang orang. tapi di sisi lain, mereka harus tahu berita yang beredar di sekitarnya.

mengutip dari Kompasiana.com, "Post-truth bukanlah gejala positif dari modernisme, melainkan sebuah fenomena accindental, wabah sosial yang telah menjangkiti semua elemen masyarakat". Mereka berpendapat bahwa post-truth sedang menjangkiti post-modern society, yang kini hidup dalam bayang yang dianggap benar namun sebanarnya itu adalah sebuah kebohongan.

Sekarang ini, penyebaran post-truth dipermudah dengan keberadaan media sosial. Di sana, masyarakat berlindung di balik 'hak untuk menyampaikan pendapat', padahal UU ITE dapat menjerat siapa saja yang menyalahgunakan hak itu untuk berekspresi di media sosial. Lantas bagaimana cara menghindari post-truth yang tidak benar. Inilah dua cara yang saya berikan untuk mengatasi dampak post-truth.

Pertama, tingkatkan budaya literasi. Dengan banyak membaca, pengetahuan kita terhadap banyak hal akan meningkat dan membuat kita dapat memahami fakta dan data yang diberikan secara lebih jelas dan detail. Sebenarnya gerakan literasi sudah digencarkan untuk melindungi bangsa dari serangan hoax.

Kedua, selektif dalam memilih sumber informasi. Tidak semua media memiliki kredibilitas untuk dipercaya. Apalagi akun anonim dari media sosial yang dengan mudahnya menyebarkan suatu informasi tanpa disertai sumber yang valid. Saya kira masyarakat era modern seharusnya bisa membedakan berita yang benar dan yang tidak. Pilihlah media-media terkemuka yang setidaknya bisa mempertanggungjawabkan berita yang mereka angkat ke publik.

Kebohongan yang diakui banyak orang rasanya lebih nikmat daripada kebenaran yang diucapkan oleh satu orang. Tapi apalah arti seribu duri jika dibandingkan dengan satu pohon yang memberi kesejukan? Jadilah bijak dalam berucap, katakan kebenaran, karena kebohongan hanya untuk dikubur dalam-dalam.


written by: Annisa Rizkyta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I FIND NEW HAPPINESS

SUKA DUKA ANAK IPA YANG NEKAD KULIAH HI